Muadz bin Jabal
Muadz bin Jabal bin Amr bin Aus
al-Khazraji, dengan nama julukan “Abu Abdurahman”, dilahirkan di Madinah. Ia
memeluk Islam pada usia 18 tahun, Ia mempunyai keistimewaan sebagai seorang
yang sangat pintar dan berdedikasi tinggi. Dari segi fisik, ia gagah dan
perkasa. Allah juga mengaruniakan kepadanya kepandaian berbahasa serta tutur
kata yang indah, Muadz termasuk di dalam rombongan yang berjumlah sekitar 72
orang Madinah yang datang berbai’at kepada Rasulullah. Setelah itu Muadz
kembali ke Madinah sebagai seorang pendakwah Islam di dalam masyarakat Madinah.
Ia berhasil mengislamkan beberapa orang sahabat yang terkemuka seperti misalnya
Amru bin Al-Jamuh.
Pada waktu Nabi Muhammad
berhijrah ke Madinah, Muaz senantiasa berada bersama dengan Rasulullah sehingga
ia dapat memahami Al-Qur’an dan syariat-syariat Islam dengan baik. Hal tersebut
membuatnya di kemudian hari muncul sebagai seorang yang paling ahli tentang
Al-Qur’an dari kalangan para sahabat. Ia adalah orang yang paling baik membaca
Al-Qur’an serta paling memahami syariat-syariat Allah. Oleh sebab itulah
Rasulullah memujinya dengan bersabda, “Yang kumaksud umatku yang paling alim
tentang halal dan haram ialah Muaz bin Jabal.” (Hadist Tirmidzi dan Ibnu
Majah). Ia meriwayatkan hadist dari Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar dan
meriwayatkan darinya ialah Anas bin Malik, Masruq, Abu Thufail Amir bin
Wasilah. Selain itu, Muadz merupakan salah satu dari enam orang yang
mengumpulkan Al-Qur’an pada zaman Rasulullah.
Setelah kota Makkah didatangi
oleh Rasulullah, penduduk Makkah memerlukan tenaga-tenaga pengajar yang tetap
tinggal bersama mereka untuk mengajarkan syariat agama Islam. Rasulullah lantas
menyanggupi permintaan tersebut dan meminta supaya Muaz tinggal bersama dengan
penduduk Makkah untuk mengajar Al-Qur’an dan memberikan pemahaman kepada mereka
mengenai agama Allah. Sifat terpuji beliau juga jelas terlihat manakala
rombongan raja-raja Yaman datang menjumpai Rasulullah guna meng-isytihar-kan
keislaman mereka dan meminta kepada Rasulullah supaya mengantarkan tenaga
pengajar kepada mereka. Begitupun maka Rasulullah memilih Muaz untuk memegang
tugas itu bersama-sama dengan beberapa orang para sahabat.
Rasulullah Shallallahu alaihi
wassalam mempersaudarakanya dengan Abdullah bin Mas’ud. Nabi mengirimnya ke
negeri Yaman untuk mengajar, memberikan pengetahuan agama dan mendidik sampai
hapal al-Quran kepada penduduk Yaman. Rasulullah mengantarnya dengan berjalan
kaki sedangkan Mu’adz berkendaraan, dan Nabi bersabda kepadanya: ” Sungguh, aku
mencintaimu“.
Lantas beliau mewasiatkan kepada
Muadz dengan bersabda : “Wahai Muadz! Kemungkinan kamu tidak akan dapat bertemu
lagi dengan aku selepas tahun ini“, Kemudian Muadz menangis karena terlalu
sedih untuk berpisah dengan Rasulullah Shallalahu alaihi wassalam. Selepas
peristiwa tersebut ternyata Rasulullah wafat dan Muadz tidak lagi dapat
melihatnya.
Muadz sangat terpukul atas
berpulangnya Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. Ia bahkan menangis
tersedu-sedu selama beberapa saat. Namun ia segera menyadari tanggung jawab
dakwah di pundaknya. Ia senantiasa menjaga ghirah (semangat) keislamannya agar
tidak surut. Setelah Umar bin Khattab dilantik menjadi khalifah, ia mengutus
Muaz untuk mendamaikan pertikaian yang terjadi di kalangan Bani Kilab. Ia pun
sukses menjalankan misi itu.
Pada zaman pemerintahan Khalifah
Umar pula, gubernur Syam (sekarang Mesir) mengirimkan Yazid bin Abi Sofian
untuk meminta guru bagi penduduknya. Lalu Umar memanggil Muaz bin Jabal,
Ubaidah bin As-Somit, Abu Ayub Al-Ansary, Ubai bin Kaab dan Abu Darda’ dalam
satu majelis. Khalifah Umar berkata kepada mereka : “Sesungguhnya saudara kamu
di negeri Syam telah meminta bantuan daripada aku supaya mengantar siapa saja
yang dapat mengajarkan Al-Qur’an kepada mereka dan memberikan pemahaman kepada
mereka tentang agama Islam. Oleh karena itu bantulah aku untuk mendapat tiga
orang dari kalangan kamu semoga Allah merahmati kamu. Sekiranya kamu ingin
membuat pengundian, kamu boleh membuat undian, jika tidak aku akan melantik
tiga orang dari kalangan kamu.”
Lalu mereka menjawab : “Kami tidak
akan membuat pengundian dengan memandang bahwa Abu Ayub telah terlalu tua,
sedang Ubai pun senantiasa mengalami kesakitan, dan yang tinggal hanya kami
bertiga saja.” Kemudian Umar berkata kepada mereka : “Kalian mulailah bertugas
di Hims, sekiranya kamu suka dengan keadaan penduduknya, bolehlah salah seorang
diantara kamu tinggal di sana. Kemudian salah seorang daripada kamu hendaknya
pergi ke Damsyik, dan seorang lagi pergi ke Palestina.”
Lalu mereka bertiga keluar ke
Hims dan mereka meninggalkan Ubaidah bin As-Somit di sana, Abu Darda’ pergi ke
Damsyik. Muaz bin Jabal terus berlalu pergi ke negara Urdun. Muaz bin Jabal
berada di Urdun pada saat negeri tersebut tengah terserang wabah penyakit
menular.
Mu’adz bin Jabal wafat tahun 18 H
ketika terjadi wabah hebat di Urdun tersebut, waktu itu usianya 33 tahun .
0 Response to "Muadz bin Jabal"
Post a Comment